Bansos Butuh Edukasi, Bukan Soal Pencairan Semata

Risbon Sinaga

MESKI sudah berlangsung bertahun-tahun, beragam jenis bantuan sosial yang disalurkan pemerintah masih saja menimbulkan kebingungan dan perdebatan. Banyak warga yang merasa layak mendapat, namun bantuan yang dinanti tak kunjung datang. Sasaran kekesalan warga pun kerap dialamatkan ke pihak RT/RW, Lurah, Dinas Sosial atau tenaga sukarelawan. Padahal sejatinya, warga harus lebih proaktif mencari informasi, baik lewat media atau  ke pihak kelurahan, bahkan datang langsung ke Dinas Sosial.

Dengan demikian, informasi yang diterima benar adanya dan tidak bias apalagi saling menyalahkan. Sebab bisa saja, meski sama-masa penerima manfaat kategori tertentu besaran yang diterima berbeda. Tergantung pada kondisi komponen dan fakta lapangan yang ditetapkan pemerintah berdasarkan indikator tertentu. “Semua keluarga penerima manfaat (KPM) harus masuk dulu ke sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS),”tegas Risbon Sinaga, Kepala Bidang pada Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Pematang Siantar, Senin (3/10/2022) di ruang kerjanya.

Bacaan Lainnya

Untuk masuk sistem DTKS sebenarnya tak sulit. Hanya saja masyarakat lebih bersifat menunggu. Padahal mendaftar mandiri (online) pun bisa, atau langsung ke kelurahan. “Sekarang kelurahan sudah bisa langsung mengirim datanya ke Pusdatin Kemensos karena mereka sudah diberikan username dan passwordnya. Setelah disetujui, lalu data tersebut diverifikasi dan validasi (verval) oleh petugas kelurahan bersama TKSK, layak apa tidak dia mendapatkan bantuan,”imbuhnya.

Setelah diverval, data tersebut dikirim kembali ke Pusdatin Kemensos. Dari Kemensos data tersebut dikirim kembali ke Dinas Sosial untuk ditetapkan oleh Wali Kota jumlah penerimanya, sekaligus mendapatkan nomor identitas (ID). Setelah punya nomor ID, barulah warga bisa mengurus KIS atau KIP serta mendapatkan jenis bantuan yang ditetapkan Kemensos, apakah mereka termasuk penerima PKH, BPNT atau bantuan sosial lainnya.

“Jadi yang menetapkan siapa mendapatkan bantuan jenis apa, bukan kami atau pihak kelurahan. Tetapi pihak Kemensos berdasarkan perhitungan komponen item pada DTKS. Hal inilah yang kerap keliru dipahami warga, sehingga sering salah persepsi dan menuduh petugas mempersulit atau pilih kasih. Padahal, data-data yang mereka sampaikan saat mendaftar itulah yang dilihat pemerintah pusat untuk menentukan layak atau tidak mereka dapat bantuan. Sebab banyak juga warga yang sudah mendaftar ditolak karena memang sistem di DTKS mendeteksi mereka tidak layak,”papar Risbon.

“Kalau adik ku kandung pun miskin kali, tak bisa suka-suka ku memasukkan dia jadi penerima PKH, BPNT atau peserta KIP. Semua harus masuk dulu ke sistem DTKS, karena data itu yang jadi acuan. DTKS juga sudah link ke sejumlah kementerian terkait, misalnya Kemenkes, Kemenkeu, Kemendagri, Kemensos, Kemendikbudristek, BPJS dan lembaga lainnya yang berhubungan dengan ragam bantuan tersebut,”ujarnya.

Data Penerima Bansos Terus Diperbaharui

Saat ini sesuai DTKS, di Kota Pematang Siantar terdapat sekitar 27 ribu lebih keluarga kategori layak sebagai penerima bantuan. “Namun jangan salah, meski telah terdaftar dalam DTKS, belum tentu langsung bisa mendapatkan bantuan. Karena kemampuan keuangan negara terbatas, maka harus ada yang masuk daftar tunggu. Oleh karena itu, dibutuhkan juga kesabaran warga mengingat kuota pemerintah terbatas,”katanya.

Dari DTKS tersebut, saat ini terdapat Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan sebanyak 17.230 orang yang pembayarannya ditampung melalui APBD dan sebanyak 76.592 ditampung APBN. Sebanyak 14.290 orang merupakan Kelompok Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT); Peserta Keluarga Harapan (PKH) sebanyak 8.236 orang serta penerima dampak PPKM sebanyak 9.335 orang. Mereka yang terkategori KPM-PKH juga sekaligus penerima BPNT.

“Data tersebut terus diperbaharui secara berkala karena ada yang telah meninggal dunia, ada yang pindah ke daerah lain, bahkan mungkin kondisi ekonominya sudah membaik. Tentu kita berharap, agar warga penerima bansos bisa berangsur membaik ekonominya. Sehingga tidak selamanya harus ditopang lewat bansos. Kecuali memang kondisinya tak memungkinkan lagi untuk berusaha atau bekerja. Hal-hal seperti ini juga perlu kita sampaikan kepada masyarakat,”tandasnya.

Belanja Sembako Harus Sesuai Aturan.  

Pada bagian lain, Dinas Sosial juga kerap menerima kritikan masyarakat tentang Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang nominalnya Rp200/KK. Masyarakat menganggap, dengan Rp200 tersebut, mereka bisa beli apa saja dan di warung mana saja. Padahal tak begitu? Sebab program pembelian sembako itu ada aturannya. Tak bisa misalnya, uang Rp200 ribu hanya untuk beli minyak goreng dan gula pasir. “Uang sejumlah itu, harus dibelanjakan dengan kategori sembako yang mengandung karbohidrat (beras, gandum), protein nabati (kacang-kacangan), protein hewani (daging atau telur) serta buah-buahan dan sayuran,”katanya.

Belanjanya juga tak boleh di sembarangan tempat, sebab hal ini menyangkut pertanggungjawaban anggarannya. Sudah ada 65 unit warung di Kota Pematang Siantar binaan Dinsos bersama BRI yang sudah terlatih. Sebab dana tersebut akan diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), benar apa tidak warga belanja sembako di tempat yang pas. Jika dibebaskan belanja ke semua tempat, tentu akan sangat sulit membuat pertanggungjawabnnya, karena warung di Siantar ada ribuan.

“Selain itu, jika berbelanja di warung binaan, harga juga sudah sesuai penetapan TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) berdasarkan survei dan monitoring pasar setiap harinya. “Jadi semua ada aturan dan prosedur yang sebenarnya demi ketertiban administrasi serta pertanggung jawaban uang negara. Jika ada warga terlambat mengambil, bisa ditinjau bulan depannya. Sebab hal itu berarti dia tak butuh atau ekonominya sudah membaik. Di sinilah kembali Dinas Sosial harus berperan. Jadi kita berharap, masyarakat harus lebih pro aktif lah menelusuri informasi tentang bansos ini demi kebaikan bersama,”katanya mengakhiri. (jh).

 

 

 

 

Pos terkait