Pemilu Sistim Proporsional Tertutup Kebiri Demokrasi 

HM Natsyir Armaya Siregar, Ilhamsyah Sinaga dan Sarles GultomFoto: IST

SOAL Pemilu legislatif dengan sistem proporsional terbuka atau sistem proporsional tertutup, sedang hangat diperbincangkan dan telah menuai pro kontra. Sementara, Mahfud Md sebagai Menkopolhukam, mendukung sistim proporsional tertutup.

Diketahui, sistem proporsional tertutup sebagai usulan PDI Perjuangan untuk diterapkan pada Pemilu 2029 itu, pemilih hanya akan memilih partai. Sementara Calon legislatif (Caleg) terpilih akan ditentukan partai politik dengan sistem nomor urut.

Bacaan Lainnya

DR Sarles Gultom SH MHum, dosen Fakultas Hukum Universitas Simalungun malah tidak sependapat dengan Mahfud MD. Pasalnya, kalau sistim proporsional tertutup diterapkan untuk memilih anggota legislatif, demokrasi Indonesia akan kembali ke masa orde baru.

“Sistim proporsional tertutup jelas mengkebiri demokrasi karena yang mendudukkan anggota dewan itu sepenuhnya dilakukan partai politik. Artinya, rakyat tidak punya pilihan siapa calon legislatif yang akan menjadi wakil rakyat,” ujar DR Sarles Gultom, Jumat (21/10/2022).

Dengan sistim proporsional terbuka, rakyat dapat memilih siapa Caleg yang duduk menjadi wakil rakyat. Kemudian, kalau sistim proporsional terbuka disebut rawan money politik atau politik uang, harusnya yang diperbaiki menurut Sarles Gutom, sistim pengawasan dan penerapan undang-undang dengan tegas.

“Jadi, soal money politik itu bisa saja terjadi dengan sistim terbuka maupun tertutup. Kalau terbuka masyarakat diberi uang untuk memilih. Kalau proporsional tertutup, pengurus partai yang akan diberi uang agar seseorang itu menjadi anggota legislatif,” ujarnya.

Hal senada disampaikan pengamatan politik kota Siantar Drs H M Natsyir Armaya. Penerapan sistim terbuka atau tertutup sama-sama membuka peluang money politik. Untuk itu, harusnya peraturan yang diperketat dan perangkat Pemilu seperti Bawaslu juga harus tegas.

Sistim proporsional tertutup dikatakan tidak memberi kebebasan kepada rakyat menentukan siapa sosok yang pantas menjadi wakil rakyat. Bahkan, kalau ada sosok yang dikenal baik, berkualitas dan dekat dengan rakyat dan diinginkan menjadi anggota legislatif, keinginan itu belum tentu terwujud kalau partai politik tidak menginginkannya.

“Untuk mendapat dukungan dari partai politik agar bisa menjadi anggota legislatif, tentu harus dekat dengan pengurus partai dan disitulah peluang pengurus partai mendapatkan uang. Bukankah itu bukan money politik?” ujar H M Natsyir Armaya Siregar.

Dijelaskan, sistim proporsional tertutup dapat merugikan partai politik kalau yang dijadikan anggota legislatif tidak sesuai keinginan rakyat. “Kalau anggota legislatif yang didudukan partai politik itu tidak sesuai harapan rakyat, partai politik itu akan ditinggalkan rakyat,” beber H M Natsyir Armaya.

Sistim proporsional terbuka menurut HM Natsyir Armaya masih relevan diterapkan. Namun, agar Pemilu berkualitas, rakyat harus diberi pendidikan politik yang cerdas dan itu tugas partai politik. Kemudian, pengawasan mengantisipasi money politik, harus lebih dulu dimulai dari internal partai.

“Selain partai politik dapat memberi pendidikan politik yang cerdas kepada masyarakat, partai politik juga harus memberi penjelasan kepada para calon legislatif untuk tidak money politik,” ujar H M Natsyir Armaya.

Ilhamsyah Sinaga, Ketua DPC Partai Demokrat Kota Siantar mengatakan, meski sitim proporsional tertutup memberi peran besar kepadanya untuk turut menentukan siapa kader partai menjadi anggota legislatif, sistim proporsional terbuka menurutnya masih lebih baik.

“Ya, sebagai ketua partai saya tentu punya wewenang kuat menjadikan seorang kader menjadi anggota dewan. Tapi, bagi saya itu jelas tidak memberi kebebasan kepada rakyat,” ujar Ilhamsyah yang juga ketua Fraksi Demokrat DPRD Siantar.

Hanya saja, kalau masih ada kekurangan penerapan sistim proporsional terbuka, perlu dilakukan evaluasi untuk perbaikan. Yang bagus dilanjutkan dan yang belum bagus diperbaiki. Untuk itu, Ilhamasyah setuju peran partai politik harus memberi pendidikan politik kepada masyarakat.

Pendidikan politik perlu karena banyak masyarakat belum memahami benar bagaimana hakikat dari demokrasi. “Coba kita tanyakan masyarakat bagaimana kualitas anggota dewan yang terpilih karena money politik. Untuk itu, kita harus memberi pencerahan kepada masyarakat,” ujarnya.

Sekedar informasi, Menko Polhukam Mahfud Md, mendukung soal kemungkinan diadakannya kembali sistim proporsional tertutup pada Pemilu 2029 seperti usulan PDI Perjuangan. Karena, saat dia menjadi ketua Mahkamah Konstitusi (MK), banyak pihak menyalahkannya menyetujui sistim proporsional terbuka.

Sementara, argumen PDI Perjuangan mengusulkan sistim proporsional tertutup, agar peserta Pemilu adalah partai politik. Bukan Caleg. Maka partai politik memiliki hak otoritas untuk menentukan Caleg. Dengan Sistim proporsional tertutup, partai politik diharap menjadi kuat. Tidak terdistorsi oleh Caleg terpilih, karena yang bersangkutan dicalonkan partai politik. Bukan atas nama pribadi.

Selanjutnya, menghilangkan politik uang karena tidak ada proses kanibalisme (jual beli suara) di internal partai politik. Kemudian, sistim proporsional tertutup dikatakan untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensial melalui penguatan partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi. (In)

Pos terkait